Total Pemirsa Petir Skripsi Hukum

Senin, 13 Februari 2012

SKRIPSI ILMU HUKUM

BAB I
PENDAHULUAN

1.     Permasalahan : Latar Belakang Dan Rumusannya
Indonesia  adalah negara  yang  berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas  kekuasaan belaka. Penegakan hukum  harus  sesuai  dengan ketentuan yang berlaku juga  berdasarkan Pancasila  dan Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik Indonesia Tahun 1945. Hukum tersebut harus ditegakkan demi terciptanya tujuan dan cita-cita  bangsa  Indonesia  sebagaimana  yang  dirumuskan pada  Pembukaan Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik Indonesia  Tahun 1945 alinea  keempat yaitu membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa  Indonesia  dan seluruh tumpah darah  Indonesia  dan  untuk memajukan kesejahteraan  umum, mencerdaskan  kehidupan  bangsa  dan  ikut  melaksanakan ketertiban dunia  yang  berdasarkan kemerdekaan  perdamaian abadi  dan keadilan sosial. Indonesia sebagai negara  yang sedang berkembang tentunya tidak terlepas dari pengaruh perkembangan jaman yang sudah mendunia. Dimana perkembangan yang terjadi sudah mulai merambah banyak aspek kehidupan.
Perkembangan jaman sekarang  ini  tidak hanya  membawa  pengaruh besar pada  Negara  Indonesia  melainkan juga  berdampak pada  perkembangan masyarakat, perilaku, maupun pergeseran budaya dalam masyarakat. Terlebih lagi setelah masa reformasi kondisi ekonomi bangsa ini yang semakin terpuruk. Tidak hanya  mengalami  krisis ekonomi  saja  namun juga  berdampak pada  krisis moral.Terjadinya peningkatan kepadatan penduduk, jumlah pengangguran yang semakin bertambah, didukung  dengan angka  kemiskinan yang  tinggi  mengakibatkan seseorang tega untuk berbuat jahat. Karena desakan ekonomi, banyak orang  yang mengambil  jalan pintas  dengan menghalalkan  segala  cara  untuk mendapatkan uang. Masalah ini menyebabkan semakin tingginya angka kriminalitas terutama di daerah urban yang padat penduduk.
Salah satu fenomena  kejahatan yang  terjadi  dalam  masyarakat  saat  ini adalah begitu maraknya  praktik  atau aksi  premanisme  di  kalangan masyarakat. Praktek premanisme  memang bisa  tumbuh di  berbagai  lini  kehidupan manusia. Apalagi di Indonesia kini berkembang informalitas sistem dan struktur di berbagai instansi. Jadi sistem dan struktur formal  yang telah ada memunculkan sistem dan struktur  informal  sebagai  bentuk dualitasnya.  Kondisi  tersebut  telah ikut menumbuhsuburkan premanisme. Secara sosiologis, munculnya premanisme dapat dilacak pada kesenjangan yang terjadi dalam struktur masyarakat. Kesenjangan di sini  bisa  berbentuk material  dan juga  ketidak  sesuaian wacana  dalam  sebuah kelompok dalam  struktur  sosial  masyarakat. Di  sini  yang disebut  masyarakat (society)  dapat  dimaknai  sebagai  arena  perebutan kepentingan antar  kelompok (class), di mana masing-masing ingin agar kepentingannya menjadi referensi bagi masyarakat. Dalam  perebutan  kepentingan  ini  telah menyebabkan tidak terakomodirnya  kepentingan individu atau kelompok dalam  struktur  masyarakat tertentu.
Kesenjangan dan ketidaksesuaian  ini  memunculkan protes dan ketidakpuasan dan kemudian berlanjut  pada dislokasi sosial  individu atau kelompok tertentu di dalam sebuah struktur masyarakat. Dislokasi ini bisa diartikan sebagai  tersingkirnya  kepentingan sebuah kelompok yang  kemudian memicu timbulnya praktik-praktik premanisme di masyarakat. Praktik premanisme tersebut tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat bawah, namun juga merambah kalangan masyarakat atas yang notabene didominasi oleh para kaum intelektual. Praktik premanisme  di  dunia  bisnis  sering  kali  dijumpai  dalam proses pengembalian pinjaman. Ini sempat mengakibatkan bisnis  debt collector  menjamur  yang  umumnya  mempekerjakan  bekas  narapidana kelas  kakap yang  digunakan  sebagai  jaminan  untuk  mengintimidasi pihak  lain.  Di  jaman  orde  baru,  praktik  intimidasi  tidak  jarang juga  terjadi  pada  kalangan  yang  dianggap  menghambat  rencana perluasan bisnis termasuk dalam bisnis real estate dan perkantoran. Bukan  itu  saja,  praktik  premanisme  juga  menjangkiti  dunia  politik yang sarat akan kepentingan-kepentingan tertentu.
Di dunia politik, tidak jarang premanisme dan budaya berdiri di atas hukum malah lebih kasat mata dibanding dunia lain. Praktis partai-partai  politik  utama,  baik  dari  jaman  orde  baru  sampai  era reformasi  sekarang,  memiliki  elemen  barisan  muda  pendukung  yang secara  khusus  cenderung  diarahkan  untuk  tujuan  intimidatif.  Di dalam konsepnya memang kelompok barisan muda tersebut adalah bagian integral dari proses pengkaderan partai. Tetapi pada kenyataannya, tidak  jarang  ditujukan  sebagai  alat  defensif  yang  intimidatif  dan bisa berubah menjadi anarkis. Juga di kalangan elit politik, budaya berdiri di atas hukum sangat transparan. Di  tengah-tengah  masyarakat  lapisan  bawah,  tidak  jarang pelaku kriminal yang tertangkap basah akan mendapat hukuman semau gue dari masyarakat yang sering membawa maut yang memilukan. Perilaku premanisme dan kejahatan jalanan merupakan problematika sosial yang berawal dari sikap mental masyarakat yang kurang siap menerima pekerjaan yang dianggap kurang bergengsi. Premanisme di Indonesia sudah ada sejak jaman penjajahan, Kolonial Belanda, selain bertindak sendiri, para pelaku premanisme juga telah memanfaatkan beberapa  jawara  lokal  untuk melakukan tindakan premanisme  tingkat  bawah yang  pada  umumnya  melakukan kejahatan jalanan (street  crime). Secara  umum  “hukum  pidana  berfungsi  mengatur  dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat  agar  dapat  tercipta  dan terpeliharanya  ketertiban umum”.1
Sehingga  tentu saja  praktik premanisme  tersebut diharapkan sudah dapat  diakomodir  dengan penegakan hukum  secara  konsisten dari para penegak hukum di  Indonesia. Namun pada kenyataannya masih banyak kita  jumpai  tindak kekerasan yang terjadi  di  masyarakat.  Fenomena  semacam  ini mengindikasikan bahwa  ternyata  hukum  pidana  yang  mempunyai  sanksi  yang bersifat  sebagai  hukuman (punishment)  belum  mampu mengatasi  permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat secara maksimal. Preman pada  umumnya  tidak disidangkan melalui  pengadilan,  kecuali perbuatan preman tersebut  telah  menimbulkan  tindak pidana. Preman yang disidangkan misalnya  akan diputus  pidana  penjara, pidana  kurungan, ataupun pidana denda.



Tapi pada kebanyakan kasus, preman yang tidak melakukan tindak pidana  yang diancamkan dalam  Kitab  Undang-undang Hukum  Pidana  (KUHP) atau undang-undang  sejenis, hanya  diberi  pengarahan dan pembinaan.  Setelah dibina, preman-preman tersebut dilepaskan, tanpa memikirkan apa manfaat mereka ditangkap dan apa  efeknya  bagi  preman-preman tersebut. Setelah dilepaskan, preman-preman itu akan mengulangi  kembali  perbuatannya, ditangkap lagi,kemudian dibina, dan dilepaskan kembali. Demikian siklus  pemberantasan preman di  Indonesia  sekarang  ini  yang tidak kunjung  henti. Apabila  preman tersebut  kembali  beraksi, maka  mungkin teori  yang  dikemukakan oleh Durkheim adalah sangat  tepat, yaitu kejahatan itu merupakan hal  normal  dan bagian yang tidak terpisahkan dari  masyarakat Keadaan ini  mendorong  diusahakannya  berbagai  alternatif  untuk mengatasi fenomena-fenomena yang meresahkan masyarakat tersebut, baik oleh para penegak hukum maupun oleh para ahli-ahli hukum. Harus dicari suatu formula  yang tepat dan dapat mengatasi preman. Kepolisian dalam  hal  ini  berkaitan dengan fungsinya  sebagai  pengayom masyarakat  mempunyai  peran yang sangat  besar  dalam  upaya  penanggulangan terhadap  premanisme.
Pihak kepolisian yang  begitu dekat  dengan masyarakat diharapkan  mampu mengambil  tindakan yang tepat  dalam  menyikapi  fenomena-fenomena premanisme di masyarakat. Tentu saja ini tidak terlepas dari partisipasi seluruh masyarakat untuk membantu pihak kepolisian dalam mengungkap aksi-aksi premanisme  yang  terjadi  di  sekeliling  mereka.  Operasi-operasi  yang  dilakukan pihak kepolisian  terhadap para  pelaku  premanisme  yang  pada  umumnya  hanya menangkap kemudian melepaskannya  lagi  sama  sekali  tidak mendatangkan manfaat bagi pemberantasan preman. Pemikiran ini kiranya dapat dijadikan bahan pemikiran bagi para pengambil kebijakan baik di tingkat pusat maupun di daerah. Sehingga harapan kita tentang kondisi masyarakat yang nyaman, aman, dan tertib dapat tercapai.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut :
a.    Bagaimanakah penerapan pasal 504 (1), (2) KUHP dalam kasus Sokip alias Sogol Dkk ?
b.    Bagaimanakah kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk ?
2.    Penjelasan Judul
Judul skripsi ini adalah “Studi Kasus Meminta Uang Dengan Paksa Melanggar Pasal 504 ayat (1), (2) KUHP Yang Dilakukan Oleh Sokip Alias Sogol Dkk Dan Upaya Penegakan Hukumnya”. Agar makna judul tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh para pembaca, maka perlu dijelaskan sebagai berikut :
a.     Studi Kasus, adalah pendekatan untuk meneliti gejala sosial dengan menganalisis satu kasus secara mendalam dan utuh.
b.    Meminta Uang Dengan Paksa, adalah perbuatan jahat yaitu memaksa seseorang memberikan untuk memberikan sejumlah uang yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis.
c.    Melanggar Pasal 504 ayat (1), (2) KUHP, adalah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu pasal 504 ayat (1), (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
d.    Yang Dilakukan Oleh Sokip Alias Sogol Dkk, adalah perbuatan jahat yang dilakukan oleh Sokip Alias Sogol Dkk yang menjadi subyek penelitian ini.
e.    Dan Upaya Penegakan Hukumnya, adalah usaha atau ikhtiar menegakkan peraturan yang secara resmi mengikat sesuai dengan perraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.    Alasan Pemilihan Judul
        Adapun beberapa hal yang menjadi alasan pemilihan judul dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
a.    Bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Repubilk Indonesia, yang menegaskan pemisahan kelembagaan antara Tentara Nasional Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian tentang tugas dan fungsi Kepolisian terutama di bidang penegakan hukum.
b.    Bahwa penerapan pasal 504 (1), (2) KUHP dalam kasus Sokip alias Sogol Dkk menarik untuk diteliti aspek hukumnya yang dapat diterapkan untuk kejahatan tersebut.
c.    Bahwa kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk menarik untuk diteliti kesalahan penerapan hukum yang dilakukan oleh penyidik Polres Ngawi dan vonis yang dijatuhkan di Pengadilan Negeri Ngawi.
d.     Bahwa data-data yang saya butuhkan dalam penelitian ini mudah didapatkan sehingga dapat menghemat biaya dan waktu, karena selain sebagai mahasiswa saya juga merupakan anggota Reserse Kriminal Kepolisian Resor Ngawi.
4.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :
a.     Untuk mengetahui tentang penerapan pasal 504 (1), (2) KUHP dalam kasus Sokip alias Sogol Dkk.
b.    Untuk mengetahui dan memahami tentang kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk.
c.    Untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat – syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi.
5.    Metodologi
“Metodologi  pada  hakekatnya  memberikan pedoman tentang  cara-cara seorang  ilmuwan mempelajari, menganalisa  dan memahami  lingkungan-lingkungan yang dihadapinya”.2 Maka dalam penulisan skripsi  ini  bisa  disebut  sebagai suatu penelitian ilmiah dan dapat dipercaya kebenarannya dengan menggunakan metode yang tepat. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.     Pendekatan masalah.
    Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif ini merupakan pendekatan dengan berdasarkan norma-norma atau peraturan perundang-undangan yang mengikat serta mempunyai konsekuensi hukum yang jelas. Melalui pendekatan yuridis normatif ini diharapkan dapat mengetahui tentang suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya dapat diterapkan dalam mengkaji dan membahas permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini.
b.     Sumber data.
    Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah asal data yang diperoleh langsung dari sumbernya, sedangkan sumber data sekunder adalah asal data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya. Dalam hal ini sumber data primernya adalah Bapak Sukono selaku Kasat Reskrim Kepolisian Resor Ngawi dan Bapak Sutrisno selaku Panitera Pengadilan Negeri Ngawi, sedangkan sumber data sekundernya adalah berupa berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan khususnya Kitab Undang–undang Hukum Pidana (KUHP), catatan-catatan yang kuliah yang relevan, dokumen serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dikemukakan.
c.     Prosedur pengumpulan dan pengolahan data.
    Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dua cara yaitu studi lapangan dan kemudian studi kepustakaan. Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer atau data yang langsung dari sumbernya dengan mengadakan wawancara dan observasi. Wawancara saya lakukan dengan Bapak Sukono selaku Kasat Reskrim Kepolisian Resor Ngawi dan Bapak Sutrisno selaku Panitera Pengadilan Negeri Ngawi. Sedangkan untuk observasi atau pengamatan, saya melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian di Kepolisian Resor Ngawi dan Pengadilan Negeri Ngawi dengan membuat catatan dari hasil pengamatan secara sistematis tentang penerapan hukum kasus Sokip alias Sogol Dkk dan kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus yang dilakukan oleh Sokip alias Sogol Dkk di Polres Ngawi dan Pengadilan Negeri Ngawi. Kemudian studi kepustakaan saya berusaha untuk mendapatkan data sekunder atau data yang tidak langsung dari sumbernya dengan metode dokumenter, yaitu dengan cara membaca dan menelaah buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah, dokumen serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini. Selanjutnya dari data yang terkumpul tersebut masih merupakan bahan mentah maka hal itu perlu diolah. Prosedur pengolahan data dimulai dengan memeriksa data secara korelatif yaitu yang hubungannya antara gejala yang satu dengan yang lain, sehingga tersusunlah karya yang sistematis.
d.     Analisis data.
    Analisis data adalah proses menafsirkan atau memaknai suatu data. “Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam  pola, kategori  dan uraian dasar,  sehingga  akan ditemukan tema  dan dapat  dirumuskan hipotesis  kerja  seperti  yang  disarankan oleh data.”3 Hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini dan akhirnya dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan serta memberikan saran seperlunya.
    Adapun analisis data yang saya lakukan adalah menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan model interaktif yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan bersama dengan pengumpulan data, “kemudian setelah data  terkumpul  maka  tiga  komponen tersebut  berinteraksi  dan bila kesimpulan dirasakan kurang  maka  perlu ada  verifikasi  dan penelitian kembali mengumpulkan data lapangan”.4
6.     Pertanggungjawaban Sistematika
    Sistematika penulisan skripsi ini pendahuluan saya tempatkan pada bab I, karena sebelum sampai pada pembahasan materi-materi pokok perlu terdapat bab yang mendahuluinya. Bab I pendahuluan ini terbagi menjadi enam sub bab, yaitu permasalahan : latar belakang dan rumusannya, penjelasan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, kemudian metodologi dan yang terakhir pertanggungjawaban sistematika.
    Kemudian Bab II membahas tentang penerapan pasal 504 (1), (2) KUHP dalam kasus Sokip alias Sogol Dkk. Bab II ini terdiri dari empat sub bab, yaitu tinjauan tentang pelanggaran, tinjauan tentang kejahatan, sanksi yang diterapkan dalam pasal 504 ayat (1), (2) KUHP serta unsur-unsur dalam pasal 504 ayat (1), (2) KUHP.
        Selanjutnya Bab III membahas tentang kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk. Bab III ini terdiri dari tiga sub bab, yaitu kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk oleh penyidik Polres Ngawi, penegakan hukum dan pertimbangan hukum terhadap Sokip alias Sogol Dkk serta analisis putusan Hakim Pengadilan Negeri Ngawi terhadap Sokip alias Sogol Dkk.
Bab IV adalah penutup, karena akhir dari pembahasan meteri-materi pokok perlu ada bab penutup. Dalam Bab IV ini terdapat dua sub bab, yaitu kesimpulan dan saran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar