BAB I
PENDAHULUAN
1. Permasalahan : Latar Belakang Dan Rumusannya
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegakan hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hukum tersebut harus ditegakkan demi terciptanya tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang dirumuskan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentunya tidak terlepas dari pengaruh perkembangan jaman yang sudah mendunia. Dimana perkembangan yang terjadi sudah mulai merambah banyak aspek kehidupan.
Perkembangan jaman sekarang ini tidak hanya membawa pengaruh besar pada Negara Indonesia melainkan juga berdampak pada perkembangan masyarakat, perilaku, maupun pergeseran budaya dalam masyarakat. Terlebih lagi setelah masa reformasi kondisi ekonomi bangsa ini yang semakin terpuruk. Tidak hanya mengalami krisis ekonomi saja namun juga berdampak pada krisis moral.Terjadinya peningkatan kepadatan penduduk, jumlah pengangguran yang semakin bertambah, didukung dengan angka kemiskinan yang tinggi mengakibatkan seseorang tega untuk berbuat jahat. Karena desakan ekonomi, banyak orang yang mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Masalah ini menyebabkan semakin tingginya angka kriminalitas terutama di daerah urban yang padat penduduk.
Salah satu fenomena kejahatan yang terjadi dalam masyarakat saat ini adalah begitu maraknya praktik atau aksi premanisme di kalangan masyarakat. Praktek premanisme memang bisa tumbuh di berbagai lini kehidupan manusia. Apalagi di Indonesia kini berkembang informalitas sistem dan struktur di berbagai instansi. Jadi sistem dan struktur formal yang telah ada memunculkan sistem dan struktur informal sebagai bentuk dualitasnya. Kondisi tersebut telah ikut menumbuhsuburkan premanisme. Secara sosiologis, munculnya premanisme dapat dilacak pada kesenjangan yang terjadi dalam struktur masyarakat. Kesenjangan di sini bisa berbentuk material dan juga ketidak sesuaian wacana dalam sebuah kelompok dalam struktur sosial masyarakat. Di sini yang disebut masyarakat (society) dapat dimaknai sebagai arena perebutan kepentingan antar kelompok (class), di mana masing-masing ingin agar kepentingannya menjadi referensi bagi masyarakat. Dalam perebutan kepentingan ini telah menyebabkan tidak terakomodirnya kepentingan individu atau kelompok dalam struktur masyarakat tertentu.
Kesenjangan dan ketidaksesuaian ini memunculkan protes dan ketidakpuasan dan kemudian berlanjut pada dislokasi sosial individu atau kelompok tertentu di dalam sebuah struktur masyarakat. Dislokasi ini bisa diartikan sebagai tersingkirnya kepentingan sebuah kelompok yang kemudian memicu timbulnya praktik-praktik premanisme di masyarakat. Praktik premanisme tersebut tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat bawah, namun juga merambah kalangan masyarakat atas yang notabene didominasi oleh para kaum intelektual. Praktik premanisme di dunia bisnis sering kali dijumpai dalam proses pengembalian pinjaman. Ini sempat mengakibatkan bisnis debt collector menjamur yang umumnya mempekerjakan bekas narapidana kelas kakap yang digunakan sebagai jaminan untuk mengintimidasi pihak lain. Di jaman orde baru, praktik intimidasi tidak jarang juga terjadi pada kalangan yang dianggap menghambat rencana perluasan bisnis termasuk dalam bisnis real estate dan perkantoran. Bukan itu saja, praktik premanisme juga menjangkiti dunia politik yang sarat akan kepentingan-kepentingan tertentu.
Di dunia politik, tidak jarang premanisme dan budaya berdiri di atas hukum malah lebih kasat mata dibanding dunia lain. Praktis partai-partai politik utama, baik dari jaman orde baru sampai era reformasi sekarang, memiliki elemen barisan muda pendukung yang secara khusus cenderung diarahkan untuk tujuan intimidatif. Di dalam konsepnya memang kelompok barisan muda tersebut adalah bagian integral dari proses pengkaderan partai. Tetapi pada kenyataannya, tidak jarang ditujukan sebagai alat defensif yang intimidatif dan bisa berubah menjadi anarkis. Juga di kalangan elit politik, budaya berdiri di atas hukum sangat transparan. Di tengah-tengah masyarakat lapisan bawah, tidak jarang pelaku kriminal yang tertangkap basah akan mendapat hukuman semau gue dari masyarakat yang sering membawa maut yang memilukan. Perilaku premanisme dan kejahatan jalanan merupakan problematika sosial yang berawal dari sikap mental masyarakat yang kurang siap menerima pekerjaan yang dianggap kurang bergengsi. Premanisme di Indonesia sudah ada sejak jaman penjajahan, Kolonial Belanda, selain bertindak sendiri, para pelaku premanisme juga telah memanfaatkan beberapa jawara lokal untuk melakukan tindakan premanisme tingkat bawah yang pada umumnya melakukan kejahatan jalanan (street crime). Secara umum “hukum pidana berfungsi mengatur dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum”.1
Sehingga tentu saja praktik premanisme tersebut diharapkan sudah dapat diakomodir dengan penegakan hukum secara konsisten dari para penegak hukum di Indonesia. Namun pada kenyataannya masih banyak kita jumpai tindak kekerasan yang terjadi di masyarakat. Fenomena semacam ini mengindikasikan bahwa ternyata hukum pidana yang mempunyai sanksi yang bersifat sebagai hukuman (punishment) belum mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat secara maksimal. Preman pada umumnya tidak disidangkan melalui pengadilan, kecuali perbuatan preman tersebut telah menimbulkan tindak pidana. Preman yang disidangkan misalnya akan diputus pidana penjara, pidana kurungan, ataupun pidana denda.
Tapi pada kebanyakan kasus, preman yang tidak melakukan tindak pidana yang diancamkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau undang-undang sejenis, hanya diberi pengarahan dan pembinaan. Setelah dibina, preman-preman tersebut dilepaskan, tanpa memikirkan apa manfaat mereka ditangkap dan apa efeknya bagi preman-preman tersebut. Setelah dilepaskan, preman-preman itu akan mengulangi kembali perbuatannya, ditangkap lagi,kemudian dibina, dan dilepaskan kembali. Demikian siklus pemberantasan preman di Indonesia sekarang ini yang tidak kunjung henti. Apabila preman tersebut kembali beraksi, maka mungkin teori yang dikemukakan oleh Durkheim adalah sangat tepat, yaitu kejahatan itu merupakan hal normal dan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Keadaan ini mendorong diusahakannya berbagai alternatif untuk mengatasi fenomena-fenomena yang meresahkan masyarakat tersebut, baik oleh para penegak hukum maupun oleh para ahli-ahli hukum. Harus dicari suatu formula yang tepat dan dapat mengatasi preman. Kepolisian dalam hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai pengayom masyarakat mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya penanggulangan terhadap premanisme.
Pihak kepolisian yang begitu dekat dengan masyarakat diharapkan mampu mengambil tindakan yang tepat dalam menyikapi fenomena-fenomena premanisme di masyarakat. Tentu saja ini tidak terlepas dari partisipasi seluruh masyarakat untuk membantu pihak kepolisian dalam mengungkap aksi-aksi premanisme yang terjadi di sekeliling mereka. Operasi-operasi yang dilakukan pihak kepolisian terhadap para pelaku premanisme yang pada umumnya hanya menangkap kemudian melepaskannya lagi sama sekali tidak mendatangkan manfaat bagi pemberantasan preman. Pemikiran ini kiranya dapat dijadikan bahan pemikiran bagi para pengambil kebijakan baik di tingkat pusat maupun di daerah. Sehingga harapan kita tentang kondisi masyarakat yang nyaman, aman, dan tertib dapat tercapai.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah penerapan pasal 504 (1), (2) KUHP dalam kasus Sokip alias Sogol Dkk ?
b. Bagaimanakah kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk ?
2. Penjelasan Judul
Judul skripsi ini adalah “Studi Kasus Meminta Uang Dengan Paksa Melanggar Pasal 504 ayat (1), (2) KUHP Yang Dilakukan Oleh Sokip Alias Sogol Dkk Dan Upaya Penegakan Hukumnya”. Agar makna judul tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh para pembaca, maka perlu dijelaskan sebagai berikut :
a. Studi Kasus, adalah pendekatan untuk meneliti gejala sosial dengan menganalisis satu kasus secara mendalam dan utuh.
b. Meminta Uang Dengan Paksa, adalah perbuatan jahat yaitu memaksa seseorang memberikan untuk memberikan sejumlah uang yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis.
c. Melanggar Pasal 504 ayat (1), (2) KUHP, adalah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu pasal 504 ayat (1), (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
d. Yang Dilakukan Oleh Sokip Alias Sogol Dkk, adalah perbuatan jahat yang dilakukan oleh Sokip Alias Sogol Dkk yang menjadi subyek penelitian ini.
e. Dan Upaya Penegakan Hukumnya, adalah usaha atau ikhtiar menegakkan peraturan yang secara resmi mengikat sesuai dengan perraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Alasan Pemilihan Judul
Adapun beberapa hal yang menjadi alasan pemilihan judul dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Repubilk Indonesia, yang menegaskan pemisahan kelembagaan antara Tentara Nasional Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian tentang tugas dan fungsi Kepolisian terutama di bidang penegakan hukum.
b. Bahwa penerapan pasal 504 (1), (2) KUHP dalam kasus Sokip alias Sogol Dkk menarik untuk diteliti aspek hukumnya yang dapat diterapkan untuk kejahatan tersebut.
c. Bahwa kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk menarik untuk diteliti kesalahan penerapan hukum yang dilakukan oleh penyidik Polres Ngawi dan vonis yang dijatuhkan di Pengadilan Negeri Ngawi.
d. Bahwa data-data yang saya butuhkan dalam penelitian ini mudah didapatkan sehingga dapat menghemat biaya dan waktu, karena selain sebagai mahasiswa saya juga merupakan anggota Reserse Kriminal Kepolisian Resor Ngawi.
4. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui tentang penerapan pasal 504 (1), (2) KUHP dalam kasus Sokip alias Sogol Dkk.
b. Untuk mengetahui dan memahami tentang kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk.
c. Untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat – syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi.
5. Metodologi
“Metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya”.2 Maka dalam penulisan skripsi ini bisa disebut sebagai suatu penelitian ilmiah dan dapat dipercaya kebenarannya dengan menggunakan metode yang tepat. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Pendekatan masalah.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif ini merupakan pendekatan dengan berdasarkan norma-norma atau peraturan perundang-undangan yang mengikat serta mempunyai konsekuensi hukum yang jelas. Melalui pendekatan yuridis normatif ini diharapkan dapat mengetahui tentang suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya dapat diterapkan dalam mengkaji dan membahas permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini.
b. Sumber data.
Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah asal data yang diperoleh langsung dari sumbernya, sedangkan sumber data sekunder adalah asal data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya. Dalam hal ini sumber data primernya adalah Bapak Sukono selaku Kasat Reskrim Kepolisian Resor Ngawi dan Bapak Sutrisno selaku Panitera Pengadilan Negeri Ngawi, sedangkan sumber data sekundernya adalah berupa berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan khususnya Kitab Undang–undang Hukum Pidana (KUHP), catatan-catatan yang kuliah yang relevan, dokumen serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dikemukakan.
c. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data.
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dua cara yaitu studi lapangan dan kemudian studi kepustakaan. Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer atau data yang langsung dari sumbernya dengan mengadakan wawancara dan observasi. Wawancara saya lakukan dengan Bapak Sukono selaku Kasat Reskrim Kepolisian Resor Ngawi dan Bapak Sutrisno selaku Panitera Pengadilan Negeri Ngawi. Sedangkan untuk observasi atau pengamatan, saya melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian di Kepolisian Resor Ngawi dan Pengadilan Negeri Ngawi dengan membuat catatan dari hasil pengamatan secara sistematis tentang penerapan hukum kasus Sokip alias Sogol Dkk dan kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus yang dilakukan oleh Sokip alias Sogol Dkk di Polres Ngawi dan Pengadilan Negeri Ngawi. Kemudian studi kepustakaan saya berusaha untuk mendapatkan data sekunder atau data yang tidak langsung dari sumbernya dengan metode dokumenter, yaitu dengan cara membaca dan menelaah buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah, dokumen serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini. Selanjutnya dari data yang terkumpul tersebut masih merupakan bahan mentah maka hal itu perlu diolah. Prosedur pengolahan data dimulai dengan memeriksa data secara korelatif yaitu yang hubungannya antara gejala yang satu dengan yang lain, sehingga tersusunlah karya yang sistematis.
d. Analisis data.
Analisis data adalah proses menafsirkan atau memaknai suatu data. “Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.”3 Hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini dan akhirnya dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan serta memberikan saran seperlunya.
Adapun analisis data yang saya lakukan adalah menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan model interaktif yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan bersama dengan pengumpulan data, “kemudian setelah data terkumpul maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasakan kurang maka perlu ada verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data lapangan”.4
6. Pertanggungjawaban Sistematika
Sistematika penulisan skripsi ini pendahuluan saya tempatkan pada bab I, karena sebelum sampai pada pembahasan materi-materi pokok perlu terdapat bab yang mendahuluinya. Bab I pendahuluan ini terbagi menjadi enam sub bab, yaitu permasalahan : latar belakang dan rumusannya, penjelasan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, kemudian metodologi dan yang terakhir pertanggungjawaban sistematika.
Kemudian Bab II membahas tentang penerapan pasal 504 (1), (2) KUHP dalam kasus Sokip alias Sogol Dkk. Bab II ini terdiri dari empat sub bab, yaitu tinjauan tentang pelanggaran, tinjauan tentang kejahatan, sanksi yang diterapkan dalam pasal 504 ayat (1), (2) KUHP serta unsur-unsur dalam pasal 504 ayat (1), (2) KUHP.
Selanjutnya Bab III membahas tentang kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk. Bab III ini terdiri dari tiga sub bab, yaitu kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk oleh penyidik Polres Ngawi, penegakan hukum dan pertimbangan hukum terhadap Sokip alias Sogol Dkk serta analisis putusan Hakim Pengadilan Negeri Ngawi terhadap Sokip alias Sogol Dkk.
Bab IV adalah penutup, karena akhir dari pembahasan meteri-materi pokok perlu ada bab penutup. Dalam Bab IV ini terdapat dua sub bab, yaitu kesimpulan dan saran.
PENDAHULUAN
1. Permasalahan : Latar Belakang Dan Rumusannya
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegakan hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hukum tersebut harus ditegakkan demi terciptanya tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang dirumuskan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentunya tidak terlepas dari pengaruh perkembangan jaman yang sudah mendunia. Dimana perkembangan yang terjadi sudah mulai merambah banyak aspek kehidupan.
Perkembangan jaman sekarang ini tidak hanya membawa pengaruh besar pada Negara Indonesia melainkan juga berdampak pada perkembangan masyarakat, perilaku, maupun pergeseran budaya dalam masyarakat. Terlebih lagi setelah masa reformasi kondisi ekonomi bangsa ini yang semakin terpuruk. Tidak hanya mengalami krisis ekonomi saja namun juga berdampak pada krisis moral.Terjadinya peningkatan kepadatan penduduk, jumlah pengangguran yang semakin bertambah, didukung dengan angka kemiskinan yang tinggi mengakibatkan seseorang tega untuk berbuat jahat. Karena desakan ekonomi, banyak orang yang mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Masalah ini menyebabkan semakin tingginya angka kriminalitas terutama di daerah urban yang padat penduduk.
Salah satu fenomena kejahatan yang terjadi dalam masyarakat saat ini adalah begitu maraknya praktik atau aksi premanisme di kalangan masyarakat. Praktek premanisme memang bisa tumbuh di berbagai lini kehidupan manusia. Apalagi di Indonesia kini berkembang informalitas sistem dan struktur di berbagai instansi. Jadi sistem dan struktur formal yang telah ada memunculkan sistem dan struktur informal sebagai bentuk dualitasnya. Kondisi tersebut telah ikut menumbuhsuburkan premanisme. Secara sosiologis, munculnya premanisme dapat dilacak pada kesenjangan yang terjadi dalam struktur masyarakat. Kesenjangan di sini bisa berbentuk material dan juga ketidak sesuaian wacana dalam sebuah kelompok dalam struktur sosial masyarakat. Di sini yang disebut masyarakat (society) dapat dimaknai sebagai arena perebutan kepentingan antar kelompok (class), di mana masing-masing ingin agar kepentingannya menjadi referensi bagi masyarakat. Dalam perebutan kepentingan ini telah menyebabkan tidak terakomodirnya kepentingan individu atau kelompok dalam struktur masyarakat tertentu.
Kesenjangan dan ketidaksesuaian ini memunculkan protes dan ketidakpuasan dan kemudian berlanjut pada dislokasi sosial individu atau kelompok tertentu di dalam sebuah struktur masyarakat. Dislokasi ini bisa diartikan sebagai tersingkirnya kepentingan sebuah kelompok yang kemudian memicu timbulnya praktik-praktik premanisme di masyarakat. Praktik premanisme tersebut tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat bawah, namun juga merambah kalangan masyarakat atas yang notabene didominasi oleh para kaum intelektual. Praktik premanisme di dunia bisnis sering kali dijumpai dalam proses pengembalian pinjaman. Ini sempat mengakibatkan bisnis debt collector menjamur yang umumnya mempekerjakan bekas narapidana kelas kakap yang digunakan sebagai jaminan untuk mengintimidasi pihak lain. Di jaman orde baru, praktik intimidasi tidak jarang juga terjadi pada kalangan yang dianggap menghambat rencana perluasan bisnis termasuk dalam bisnis real estate dan perkantoran. Bukan itu saja, praktik premanisme juga menjangkiti dunia politik yang sarat akan kepentingan-kepentingan tertentu.
Di dunia politik, tidak jarang premanisme dan budaya berdiri di atas hukum malah lebih kasat mata dibanding dunia lain. Praktis partai-partai politik utama, baik dari jaman orde baru sampai era reformasi sekarang, memiliki elemen barisan muda pendukung yang secara khusus cenderung diarahkan untuk tujuan intimidatif. Di dalam konsepnya memang kelompok barisan muda tersebut adalah bagian integral dari proses pengkaderan partai. Tetapi pada kenyataannya, tidak jarang ditujukan sebagai alat defensif yang intimidatif dan bisa berubah menjadi anarkis. Juga di kalangan elit politik, budaya berdiri di atas hukum sangat transparan. Di tengah-tengah masyarakat lapisan bawah, tidak jarang pelaku kriminal yang tertangkap basah akan mendapat hukuman semau gue dari masyarakat yang sering membawa maut yang memilukan. Perilaku premanisme dan kejahatan jalanan merupakan problematika sosial yang berawal dari sikap mental masyarakat yang kurang siap menerima pekerjaan yang dianggap kurang bergengsi. Premanisme di Indonesia sudah ada sejak jaman penjajahan, Kolonial Belanda, selain bertindak sendiri, para pelaku premanisme juga telah memanfaatkan beberapa jawara lokal untuk melakukan tindakan premanisme tingkat bawah yang pada umumnya melakukan kejahatan jalanan (street crime). Secara umum “hukum pidana berfungsi mengatur dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum”.1
Sehingga tentu saja praktik premanisme tersebut diharapkan sudah dapat diakomodir dengan penegakan hukum secara konsisten dari para penegak hukum di Indonesia. Namun pada kenyataannya masih banyak kita jumpai tindak kekerasan yang terjadi di masyarakat. Fenomena semacam ini mengindikasikan bahwa ternyata hukum pidana yang mempunyai sanksi yang bersifat sebagai hukuman (punishment) belum mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat secara maksimal. Preman pada umumnya tidak disidangkan melalui pengadilan, kecuali perbuatan preman tersebut telah menimbulkan tindak pidana. Preman yang disidangkan misalnya akan diputus pidana penjara, pidana kurungan, ataupun pidana denda.
Tapi pada kebanyakan kasus, preman yang tidak melakukan tindak pidana yang diancamkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau undang-undang sejenis, hanya diberi pengarahan dan pembinaan. Setelah dibina, preman-preman tersebut dilepaskan, tanpa memikirkan apa manfaat mereka ditangkap dan apa efeknya bagi preman-preman tersebut. Setelah dilepaskan, preman-preman itu akan mengulangi kembali perbuatannya, ditangkap lagi,kemudian dibina, dan dilepaskan kembali. Demikian siklus pemberantasan preman di Indonesia sekarang ini yang tidak kunjung henti. Apabila preman tersebut kembali beraksi, maka mungkin teori yang dikemukakan oleh Durkheim adalah sangat tepat, yaitu kejahatan itu merupakan hal normal dan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Keadaan ini mendorong diusahakannya berbagai alternatif untuk mengatasi fenomena-fenomena yang meresahkan masyarakat tersebut, baik oleh para penegak hukum maupun oleh para ahli-ahli hukum. Harus dicari suatu formula yang tepat dan dapat mengatasi preman. Kepolisian dalam hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai pengayom masyarakat mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya penanggulangan terhadap premanisme.
Pihak kepolisian yang begitu dekat dengan masyarakat diharapkan mampu mengambil tindakan yang tepat dalam menyikapi fenomena-fenomena premanisme di masyarakat. Tentu saja ini tidak terlepas dari partisipasi seluruh masyarakat untuk membantu pihak kepolisian dalam mengungkap aksi-aksi premanisme yang terjadi di sekeliling mereka. Operasi-operasi yang dilakukan pihak kepolisian terhadap para pelaku premanisme yang pada umumnya hanya menangkap kemudian melepaskannya lagi sama sekali tidak mendatangkan manfaat bagi pemberantasan preman. Pemikiran ini kiranya dapat dijadikan bahan pemikiran bagi para pengambil kebijakan baik di tingkat pusat maupun di daerah. Sehingga harapan kita tentang kondisi masyarakat yang nyaman, aman, dan tertib dapat tercapai.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah penerapan pasal 504 (1), (2) KUHP dalam kasus Sokip alias Sogol Dkk ?
b. Bagaimanakah kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk ?
2. Penjelasan Judul
Judul skripsi ini adalah “Studi Kasus Meminta Uang Dengan Paksa Melanggar Pasal 504 ayat (1), (2) KUHP Yang Dilakukan Oleh Sokip Alias Sogol Dkk Dan Upaya Penegakan Hukumnya”. Agar makna judul tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh para pembaca, maka perlu dijelaskan sebagai berikut :
a. Studi Kasus, adalah pendekatan untuk meneliti gejala sosial dengan menganalisis satu kasus secara mendalam dan utuh.
b. Meminta Uang Dengan Paksa, adalah perbuatan jahat yaitu memaksa seseorang memberikan untuk memberikan sejumlah uang yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis.
c. Melanggar Pasal 504 ayat (1), (2) KUHP, adalah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu pasal 504 ayat (1), (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
d. Yang Dilakukan Oleh Sokip Alias Sogol Dkk, adalah perbuatan jahat yang dilakukan oleh Sokip Alias Sogol Dkk yang menjadi subyek penelitian ini.
e. Dan Upaya Penegakan Hukumnya, adalah usaha atau ikhtiar menegakkan peraturan yang secara resmi mengikat sesuai dengan perraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Alasan Pemilihan Judul
Adapun beberapa hal yang menjadi alasan pemilihan judul dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Repubilk Indonesia, yang menegaskan pemisahan kelembagaan antara Tentara Nasional Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian tentang tugas dan fungsi Kepolisian terutama di bidang penegakan hukum.
b. Bahwa penerapan pasal 504 (1), (2) KUHP dalam kasus Sokip alias Sogol Dkk menarik untuk diteliti aspek hukumnya yang dapat diterapkan untuk kejahatan tersebut.
c. Bahwa kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk menarik untuk diteliti kesalahan penerapan hukum yang dilakukan oleh penyidik Polres Ngawi dan vonis yang dijatuhkan di Pengadilan Negeri Ngawi.
d. Bahwa data-data yang saya butuhkan dalam penelitian ini mudah didapatkan sehingga dapat menghemat biaya dan waktu, karena selain sebagai mahasiswa saya juga merupakan anggota Reserse Kriminal Kepolisian Resor Ngawi.
4. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui tentang penerapan pasal 504 (1), (2) KUHP dalam kasus Sokip alias Sogol Dkk.
b. Untuk mengetahui dan memahami tentang kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk.
c. Untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat – syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi.
5. Metodologi
“Metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya”.2 Maka dalam penulisan skripsi ini bisa disebut sebagai suatu penelitian ilmiah dan dapat dipercaya kebenarannya dengan menggunakan metode yang tepat. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Pendekatan masalah.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif ini merupakan pendekatan dengan berdasarkan norma-norma atau peraturan perundang-undangan yang mengikat serta mempunyai konsekuensi hukum yang jelas. Melalui pendekatan yuridis normatif ini diharapkan dapat mengetahui tentang suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya dapat diterapkan dalam mengkaji dan membahas permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini.
b. Sumber data.
Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah asal data yang diperoleh langsung dari sumbernya, sedangkan sumber data sekunder adalah asal data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya. Dalam hal ini sumber data primernya adalah Bapak Sukono selaku Kasat Reskrim Kepolisian Resor Ngawi dan Bapak Sutrisno selaku Panitera Pengadilan Negeri Ngawi, sedangkan sumber data sekundernya adalah berupa berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan khususnya Kitab Undang–undang Hukum Pidana (KUHP), catatan-catatan yang kuliah yang relevan, dokumen serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dikemukakan.
c. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data.
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dua cara yaitu studi lapangan dan kemudian studi kepustakaan. Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer atau data yang langsung dari sumbernya dengan mengadakan wawancara dan observasi. Wawancara saya lakukan dengan Bapak Sukono selaku Kasat Reskrim Kepolisian Resor Ngawi dan Bapak Sutrisno selaku Panitera Pengadilan Negeri Ngawi. Sedangkan untuk observasi atau pengamatan, saya melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian di Kepolisian Resor Ngawi dan Pengadilan Negeri Ngawi dengan membuat catatan dari hasil pengamatan secara sistematis tentang penerapan hukum kasus Sokip alias Sogol Dkk dan kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus yang dilakukan oleh Sokip alias Sogol Dkk di Polres Ngawi dan Pengadilan Negeri Ngawi. Kemudian studi kepustakaan saya berusaha untuk mendapatkan data sekunder atau data yang tidak langsung dari sumbernya dengan metode dokumenter, yaitu dengan cara membaca dan menelaah buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah, dokumen serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini. Selanjutnya dari data yang terkumpul tersebut masih merupakan bahan mentah maka hal itu perlu diolah. Prosedur pengolahan data dimulai dengan memeriksa data secara korelatif yaitu yang hubungannya antara gejala yang satu dengan yang lain, sehingga tersusunlah karya yang sistematis.
d. Analisis data.
Analisis data adalah proses menafsirkan atau memaknai suatu data. “Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.”3 Hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini dan akhirnya dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan serta memberikan saran seperlunya.
Adapun analisis data yang saya lakukan adalah menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan model interaktif yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan bersama dengan pengumpulan data, “kemudian setelah data terkumpul maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasakan kurang maka perlu ada verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data lapangan”.4
6. Pertanggungjawaban Sistematika
Sistematika penulisan skripsi ini pendahuluan saya tempatkan pada bab I, karena sebelum sampai pada pembahasan materi-materi pokok perlu terdapat bab yang mendahuluinya. Bab I pendahuluan ini terbagi menjadi enam sub bab, yaitu permasalahan : latar belakang dan rumusannya, penjelasan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, kemudian metodologi dan yang terakhir pertanggungjawaban sistematika.
Kemudian Bab II membahas tentang penerapan pasal 504 (1), (2) KUHP dalam kasus Sokip alias Sogol Dkk. Bab II ini terdiri dari empat sub bab, yaitu tinjauan tentang pelanggaran, tinjauan tentang kejahatan, sanksi yang diterapkan dalam pasal 504 ayat (1), (2) KUHP serta unsur-unsur dalam pasal 504 ayat (1), (2) KUHP.
Selanjutnya Bab III membahas tentang kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk. Bab III ini terdiri dari tiga sub bab, yaitu kesalahan penerapan pasal dalam KUHP pada kasus Sokip alias Sogol Dkk oleh penyidik Polres Ngawi, penegakan hukum dan pertimbangan hukum terhadap Sokip alias Sogol Dkk serta analisis putusan Hakim Pengadilan Negeri Ngawi terhadap Sokip alias Sogol Dkk.
Bab IV adalah penutup, karena akhir dari pembahasan meteri-materi pokok perlu ada bab penutup. Dalam Bab IV ini terdapat dua sub bab, yaitu kesimpulan dan saran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar