Total Pemirsa Petir Skripsi Hukum

Senin, 06 Februari 2012

SKRIPSI HUKUM TENTANG DI MUKA UMUM BERSAMA-SAMA MELAKUKAN KEKERASAN MELANGGAR PASAL 170 KUHP

BAB I
PENDAHULUAN

1.     Permasalahan : Latar Belakang Dan Rumusannya
        Dalam kehidupannya, manusia memiliki hak dan kewajiban yang saling berhubungan dan bahkan saling berbenturan. Adanya perbedaan keinginan dan kebutuhan menciptakan perbedaan pula dalam hal hak dan kewajiban. Akibatnya terjadilah benturan-benturan kepentingan yang dapat menguntungkan maupun yang dapa merugikan. Dalam hal ini setiap manusia, sebagai makhluk sosial yang berakal budi, tentunya harus saling menghargai hak dan kewajiban setiap individu. Dan untuk mempertegas dan memperjelas hal itu, terciptalah berbagai aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang disepakati untuk ditaati bersama demi kelancaran dan kenyamanan kehidupan umat manusia. Namun hal ini tidaklah semudah yang dibayangkan, karena dalam praktek kehidupan sehari-hari, ada ketidakmampuan dan atau kesengajaan untuk melanggar aturan yang telah disepakati tersebut. Maka terciptalah kekacauan, keadaan yang tidak menyenangkan, keadaan yang mengakibatkan ketimpangan pemenuhan hak dan kewajiban dan lain sebagainya. Dalam keadaan seperti ini terjadilah desakan kekuatan aturan yang ada yang berupa sanksi-sanksi atas mereka yang tidak mampu memenuhi dan atau sengaja melanggar aturan-peraturan yang ada. Artinya, disinilah berperan hukum dan perangkat-perangkat yang ada.
        Perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dalam defenisinya menyatakan bahwa perbuatan pidana yang mana pelakunya lebih dari satu orang tidak dan maksimalnya tanpa batas, sedangkan substansi dari perbuatan yang dilakukan sama dengan perbuatan pidana pada umunya. Pada perbuatan pidana ini yang selama ini menjadi permasalahan adalah bagaimana dalam hal penegakkan hukumnya bagi massa yang banyak dan tidak jelas berapa banyak yang terlibat sehingga hal ini menyulitkan dalam menentukan siapa yang berbuat dan sebatas apa perbuatan yang dilakukan. Walaupun sebenarnya dalam hukum pidana untuk perbuatan pidana yang pelakunya lebih dari satu orang terdapat pada delik penyertaan tetapi dalam delik juga tidak dapat mengakomodir dalam penegakkan hukumnya. Perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dibagi menjadi dua bentuk yaitu: perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dengan massa yang terbentuk secara terorganisir dan perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dengan massa yang terbentuk tidak secara terorgansir. Berdasarkan pada judul dari tulisan ini yang mengkaji tentang hubungan antar pelaku perbuatan pidana massal menurut hukum pidana dan yurisprudensi, maka dalam tulisan ini menyimpulkan bahwa, delik penyertaan yang relevan dapat diterapkan pada kedua bentuk perbuatan pidana yang dilakukan secara massal adalah turut serta (medepleger), mengajurkan (uitlokker), dan Pembantuan (medeplichtighei).
         Untuk perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dengan massa yang terbentuk secara terorganisir maka berlaku delik penyertaan turut serta (medepleger), dan untuk perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dengan massa yang terbentuk tidak secara terorganisir  maka berlaku delik penyertaan menganjurkan (uitlokker). Sedangkan untuk pembantuan (medeplichtigheid) berlaku bagi semua bentuk penyertaan karena bentuk penyertaan ini hanya sebagai pelengkap saja dan diluar dari sistem perbuatan yang dilakukan. Jadi dengan dikontekskannya “perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dengan delik penyertaan maka dapat dilihat hubungan antar pelaku massa yang berbuat”.1 Untuk massa yang terorganisir hubungan antar pelaku dalam hal ini saling terikat satu sama lain dan merupakan satu kesatuan. Jadi memilik porsi yang sama baik dari segi perbuatn maupun dari segi pertanggungjawabannya hanya saja apabila diluar dari yang direncanakan maka pertanggungjawaban masing-masing sesuai dengan apa yang dilakukan dan hal ini sesuai dengan rumusan pada turut serta (medeplegen). Sedangkan untuk massa yang tidak terorganisir hubungan antar pelaku tidak saling mengikat dan terpisah hanya saja terjadi pada saat sebelum perbuatan dilakukan. Jadi antar pelaku satu dengan yang lainnya memiliki tanggungjawab yang berbeda-beda sesuai dengan posisi masing-masing dari pelaku apakah sebagai penganjur atau sebagai yang diberi anjuran. Dan perbuatan yang dilakukan tentunya juga berbeda-beda dan hal ini juga sesuai dengan rumusan pada menganjurkan (uitlokker). Adapun selama ini mengingat keterbatasan dari aparat penegak hukum dalam prakteknya yang selama ini banyak mengalami kendala dalam mengungkap siapa saja yang terlibat dan yang bertanggungjawab, maka dalam tulisan ini diberikan ada alternatif penyelesian dalam penegakkan hukumnya diluar dari konsep delik penyertaan, yaitu dengan menggunakan konsep pertanggungjawaban korporasi  yaitu pada bentuk pertanggungjawaban yang kedua yaitu: korporasi berbuatan dan pengurus yang bertanggungjawab, dalam hal ini adalah pemimpin.

        Untuk konsep pertanggungjawaban korporasi ini hanya berlaku pada perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dengan massa yang terbentuk secara terorganisir. Jadi pada model ini yang bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan oleh massa adalah pemimpin atau ketua dari massa tersebut  karena dia yang merupakan motor penggerak dari massa yang bereaksi  dan yang bertangungjawab sepenuhnya atas semua perbuatan yang dilakukana anggotanya, hal ini dimaksudkan dengan tujuan agar tidak ada yang mau menjadi pemimpin bagi massa yang terorganisir dalam berbuat pidana karena semua tanggungjawab pidana akan diemban kepadanya. “Sedangkan untuk perbuatan pidana yang dilakukan secara massal dengan massa yang terbentuk tidak secara terorganisir tidrak dapat mengunkan konsep pertanggungjawaban ini karena tidak mempunyai pemimpin yang resmi”.2 Jadi untuk bentuk massa ini dalam penyelesainnya dapat menggunakan pasal 170 KUHP sebagai mana yang sering digunakan penuntut umum untuk mendakwa massa yang berbuat anarkis, dan hal ini sering ditemukan pada yurisprudensi. Tapi yang menjadi catatan bahwa pasal ini hanya berlaku bagi kasus-kasus yang tidak ada atau tidak ditemukannya pihak yang menganjurakan atau mempropokatori saja, sedangkan untuk kasus yang ditemukan ada pihak yang menganjurkan maka tetap menggunakan  bentuk penyertaan menganjurkan (uitlokker).




Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut :
a.    Bagaimanakah tindak pidana di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan diatur dalam KUHP ?
b.    Bagaimanakah proses penegakan hukum tindak pidana di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan dalam kasus terdakwa Alex Angga Rosandi dkk?
2.    Penjelasan Judul
Judul skripsi ini adalah “Studi Kasus Tindak Pidana Di muka Umum Bersama-sama Melakukan Kekerasan Terhadap Korban Arif Gunawan Dalam Kasus Terdakwa Alex Angga Rosandi dkk ( Melanggar Pasal 170 KUHP ).” Agar makna judul tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh para pembaca, maka perlu dijelaskan sebagai berikut :
a.     Studi Kasus, adalah metode penelitian yang dilakukan dengan melakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-cara yang sistematis.
b.    Tindak Pidana, adalah  kasus atau peristiwa tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.    Di muka Umum Bersama-sama Melakukan Kekerasan, adalah melakukan perbuatan kejahatan secara massal yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d.    Terhadap Korban Arif Gunawan, adalah tindakan perbuatan jahat kepada Arif Gunawan yang menjadi subyek penelitian ini.
e.    Dalam Kasus terdakwa Alex Angga Rosandi dkk, adalah adalah tindakan perbuatan jahat yang dilakukan Alex Angga Rosandi dkk yang menjadi subyek penelitian ini.
f.    Melanggar pasal 170 KUHP, adalah melakukan perbuatan kejahatan yang berbunyi “barang siapa yang di muka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan”.3
3.    Alasan Pemilihan Judul
        Adapun beberapa hal yang menjadi alasan pemilihan judul dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
a.    Bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Repubilk Indonesia, yang menegaskan pemisahan kelembagaan antara Tentara Nasional Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian tentang tugas dan fungsi Kepolisian terutama di bidang penegakan hukum.
 b.    Bahwa tindak pidana di muka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan yang diatur peraturan perundang-undangan khususnya di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana menarik untuk diteliti.



c.    Bahwa proses penegakan hukum oleh Kepolisian Resor Ngawi dan Pengadilan Negeri Ngawi tentang tindak pidana di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan yang dilakukan oleh terdakwa Alex Angga Rosandi dkk menarik untuk diteliti.
d.     Bahwa data-data yang saya butuhkan dalam penelitian ini mudah didapatkan sehingga dapat menghemat biaya dan waktu, karena selain sebagai mahasiswa saya juga sebagai anggota Kepolisian.
4.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :
a.     Untuk mengetahui tentang tindak pidana dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan yang diatur dalam KUHP.
b.    Untuk mengetahui dan memahami tentang proses penegakan hukum tindak pidana di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan dalam kasus terdakwa Alex Angga Rosandi dkk.
c.    Untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat – syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi.
5.    Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.     Pendekatan masalah.
    Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif ini merupakan pendekatan dengan berdasarkan norma-norma atau peraturan perundang-undangan yang mengikat serta mempunyai konsekuensi hukum yang jelas. Melalui pendekatan yuridis normatif ini diharapkan dapat mengetahui tentang suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya khususnya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Undang -undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ), Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diterapkan dalam mengkaji dan membahas permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini.
b.     Sumber data.
    Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah asal data yang diperoleh langsung dari sumbernya, sedangkan sumber data sekunder adalah asal data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya. Dalam hal ini sumber data primernya adalah Bapak Sukono selaku Kepala Kesatuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Ngawi dan Bapak Sutrisno selaku Panitera Pengadilan Negeri Ngawi, sedangkan sumber data sekundernya adalah berupa berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan khususnya khususnya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Undang -undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, catatan-catatan yang relevan serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dikemukakan.

c.     Prosedur pengumpulan dan pengolahan data.
    Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dua cara yaitu studi lapangan dan kemudian studi kepustakaan. Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer atau data yang langsung dari sumbernya dengan mengadakan wawancara dan observasi. Wawancara saya lakukan dengan Bapak Sukono selaku Kepala Kesatuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Ngawi dan Bapak Sutrisno selaku Panitera Pengadilan Negeri Ngawi. Sedangkan untuk observasi atau pengamatan, saya melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian di Kepolisian Resor Ngawi dan Pengadilan Negeri Ngawi dengan membuat catatan dari hasil pengamatan secara sistematis tentang tindak pidana di muka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan yang diatur di dalam pasal 170 KUHP dan proses penegakan hukum terhadap terdakwa Alex Angga Rosandi dkk. Kemudian studi kepustakaan saya berusaha untuk mendapatkan data sekunder atau data yang tidak langsung dari sumbernya dengan metode dokumenter, yaitu dengan cara membaca dan menelaah buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini. Selanjutnya dari data yang terkumpul tersebut masih merupakan bahan mentah maka hal itu perlu diolah. “Pengolahan data adalah kegiatan merapikan hasil pengumpulan data di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisis.”4 Prosedur pengolahan data dimulai dengan memeriksa data secara korelatif yaitu yang hubungannya antara gejala yang satu dengan yang lain, sehingga tersusunlah karya yang sistematis.
d.     Analisis data.
        Analisis data adalah proses menafsirkan atau memaknai suatu data. .“Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan pekerjaan seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara optimal, dan secara nyata kemampuan metodologis peneliti diuji.”5 Hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini dan akhirnya dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan serta memberikan saran seperlunya. Adapun analisis data yang saya lakukan adalah menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan secara lengkap kualitas dan karateristik dari data-data yang sudah terkumpul dan sudah dilakukan pengolahan, kemudian dibuat kesimpulan.
6.     Pertanggungjawaban Sistematika
    Sistematika penulisan skripsi ini pendahuluan saya tempatkan pada bab I, karena sebelum sampai pada pembahasan materi-materi pokok perlu terdapat bab yang mendahuluinya. Bab I pendahuluan ini terbagi menjadi enam sub bab, yaitu permasalahan : latar belakang dan rumusannya, penjelasan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, kemudian metodologi dan yang terakhir pertanggungjawaban sistematika.

    Kemudian Bab II membahas tentang tindak pidana di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan diatur dalam KUHP. Bab II ini terdiri dari empat sub bab, yaitu tinjauan umum tindak pidana dalam pasal 170 KUHP, sifat melawan hukum dalam pasal 170 KUHP, unsur-unsur tindak pidana dalam pasal 170 KUHP serta sanksi pidana dalam pasal 170 KUHP.
        Selanjutnya Bab III membahas tentang proses penegakan hukum dalam perkara yang dilakukan oleh terdakwa Alex Angga Rosandi dkk. Bab III ini terdiri dari tiga sub bab, yaitu kasus posisi tindak pidana di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan yang dilakukan oleh Alex Angga Rosandi dkk, penuntutan dan pertimbangan hukum oleh Pengadilan Negeri Ngawi, dan analisis putusan Hakim Pengadilan Negeri Ngawi terhadap terdakwa Alex Angga Rosandi dkk.
        Bab IV adalah penutup, karena akhir dari pembahasan meteri-materi pokok perlu ada bab penutup. Dalam Bab IV ini terdapat dua sub bab, yaitu kesimpulan dan saran.
KALAU INGIN MENDAPATKAN FILE SELENGKAPNYA LANGSUNG KIRIMKAN EMAIL ANDA LEWAT KOMENTAR KE BLOG INI

1 komentar:

  1. boleh minta daftar-daftar pustaka mengenai kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama?
    gitalestarisudarman@yahoo.co.id
    terimakasih sebelumnya, mohon bantuannya.

    BalasHapus