Total Pemirsa Petir Skripsi Hukum

Kamis, 08 Maret 2012

Studi Kasus Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

BAB I
PENDAHULUAN

1.     Permasalahan : Latar Belakang Dan Rumusannya
Permasahan kehidupan anak sangatlah kompleks dan rumit, situasi penuh ancaman dari kehidupan, serta berbagai bentuk depresi sosio-ekonomi, kultural dan psikologikal, semua faktor tersebut sangat mempengaruhi perkembangan pola perilaku dan kematangan mental emosional seorang anak. Sampai saat ini khususnya anak korban asusila, penangannya belum menjadi prioritas utama dalam pembangunan. Hal ini dengan masih banyaknya pemberitaan di media massa mengenai pelangaran-pelangaran terhadap hak-hak anak tersebut. Bahkan seringkali masalah-masalah sosial menjadi urusan kedua setelah masalah-masalah ekonomi. Dalam menghadapi problema sosial, kiprah pemerintah seringkali cenderung terlambat penanganannya. Pentingnya pemberian perlindungan hukum bagi anak, baru disadari pemerintah pada sekitar tahun 1997 dengan lahirnya Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 81/huk/1997 tentang Pembentukan Lembaga Perlindungan Anak. Namun dengan persiapan yang sangat lama tersebut, menjadikan kebijakan yang diambil terkesan sangat lambat dan terlalu birokratis.
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia, merupakan potensi dari penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki ciri dan sifat khusus memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembngan fisik, mental sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Kejahatan terhadap kesusilaan pada umumnya menimbulkan kekhawatiran atau kecemasan khususnya orang tua terhadap anak wanita karena selain dapat mengacam keselamatan anak-anak wanita (misalnya: perkosaan, perbuatan cabul) dapat pula mempengaruhi proses pertumbuhan ke arah kedewasaan seksual lebih dini. Perihal tindak asusila terhadap anak ini telah diatur dalam Pasal 81 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlingdungan Anak. Secara eksplisit Pasal 81 ayat (1) menyebutkan “bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun”.1 Kemudian dalam ayat (2) ditegaskan “bahwa seseorang yang melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan persetubuhan juga dikenakan ketentuan sebagaimana ayat (1)”.2
Di pilihnya tindak pidana asusila terhadap anak sebagai obyek dalam penulisan ini karena kejahatan kesusilaan bukan saja melecehkan norma-norma kesusilaan yang erat hubungannya dengan ajaran agama tetapi juga, karena kejahatan terhadap kesusilaan akan mengakibatkan penderitaan kejiwaan yang berkepanjangan pada si korban. Sehingga kejahatan dibidang kesusilaan ini selalu memperoleh perhatian yang besar dari masyarakat.



Sementara bagi wanita yang dibawah umur secara garis besar trauma pasca-perkosaan dapat menimbulkan pengaruh antara lain: untuk usia di atas 6 tahun, yang paling umum adalah terjadi kegelisahan, mimpi buruk, dan perilaku seksual menyimpang. Pada usia 7-12 tahun, akibat yang di timbul adalah ketakutan, menjadi agresif, neurotik berupa main boneka, mastrubasi berlebihan, meminta orang lain melakukan rangsangan seksual dan memasukkan benda ke genital ataupun anal. Bisa juga menimbulkan gangguan mental atau mengalami keluhan-keluhan fisik. Sikap seksualnya juga bisa menjadi begitu bebas, berkecenderungan senggama dengan siapa saja (promiscuity). Perkosaan pada anak memang amat berakibat pada masa depan sang anak. Kewaspadaan akan pergaulan orang dewasa di sekitar anak, tidak memandang masih paman, atau kakek dan sebagai adalah amat diperlukan.
Simaklah angka yang disodorkan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak. Dua tahun lalu, kekerasan terhadap anak yang dilaporkan ada 500 kasus, pada 2010 jumlahnya naik 40 persen, mencapai sekitar 700 kasus. Sebanyak 68 persen kekerasan dilakukan oleh orang yang dikenal korban. Kejadian yang tidak dilaporkan diperkirakan jauh lebih banyak. Sebetulnya sudah cukup lengkap aturan hukum yang melindungi anak-anak. Selain memiliki Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, dan mempuyai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam undang-undang terakhir, anak-anak berusia di bawah 18 tahun mendapat perlindungan dari berbagai bentuk eksplotasi dan kekerasan. Jangankan penganiayaan anak sendiri, orang yang menelantarkan anak orang lain sehingga menjadi sakit atau menderita pun bisa di penjara lima tahun.
Hanya prakteknya tidak gampang memperkarakan orang tua yang melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya. Anak yang jadi korban penganiayaan atau kekerasan seksual biasanya belum mampu atau tidak berani melapor ke polisi. Akibatnya banyak kasus yang baru terungkap setelah anak tewas. Perlakuan salah terhadap anak, dibagi menjadi dua golongan besar: berasal dari dalam keluarga dan berasal dari luar lingkungan keluarga.
a.     Dalam keluarga, berupa :
1)     Penganiayaan fisik, berupa cacat fisik sebagai akibat hukuman badan di luar batas, kekejaman atau pemberian racun.
2)     Kelalaian, merupakan perbuatan yang tidak disegaja akibat ketidaktahuan atau akibatan kesulitan ekonomi, meliputi: pemeliharaan yang kurang memadai, yang dapat mengakibatkan gagal tumbuh (failure to thrive), anak merasa kehilngan kasih sayang, ganguan kejiwaan, keterlambatan perkembangan; pengawasan yang kurang, dapat menyebabkan anak mengalami resiko terjadinya trauma fisik dan jiwa; kelalaian dalam mendapatkan pengobatan, misalnya tidak mendapat imunisasi; dan kelalaian dalam pendididikan meliputi kegagalan dalam mendidik anak untuk mampu beriteraksi dengan lingkungannya, gagal menyekolahkannya atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
3)     Penganiayaan emosional, berupa kecaman dengan kata-kata yang merendahkan anak, atau tidak mengakui anak. Sering pula berlanjut pada melalaikan anak, mengisolasinya dari lingkungan, atau menyalahkan anak secara terus menerus. Biasanya diiringi pula dengan penganiayaan dalam bentuk lain.
4)     Penganiayaan seksual, berupa melakukan aktivitas seksual dihadapkan ataupun pada anak baik dengan bujukan maupun rayuan.
5)     Sindrom munchusen, merupakan permintaan pengobatan terhadap penyakit yang di buat-buat dan pemberian keterangan palsu baik untuk mencari keuntungan maupun berupa tindakan neurotik.
b.     Di luar keluarga, berasal dari satu institusi atau lembaga tempat kerja, di jalan dan bisa juga dari medan perang.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut :
a.    Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ?
b.    Bagaimanakah proses penjatuhan sanksi terhadap terdakwa Gunadi di Pengadilan Negeri Ngawi ?
2.    Penjelasan Judul
Judul skripsi ini adalah “Studi Kasus Pasal 81 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan Terdakwa Gunadi di Pengadilan Negeri Ngawi.” Agar makna judul tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh para pembaca, maka perlu dijelaskan sebagai berikut :
a.     Studi Kasus, adalah riset yang menggunakan metode penelitian dalam ilmu sosial dengan melakukan pemeriksaan secara longitudinal yang mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya. “Studi kasus dapat digunakan untuk menghasilkan dan menguji hipotesis”.3
b.    Pasal 81 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, adalah “ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain”.4
c.    Dengan Terdakwa Gunadi, adalah perbuatan jahat yang dilakukan oleh Gunadi yang menjadi subyek penelitian ini.
d.    Di Pengadilan Negeri Ngawi, adalah Pengadilan Negeri Ngawi yang daerah hukumnya di Kabupaten Ngawi yang menjadi objek penelitian ini.
3.    Alasan Pemilihan Judul
        Adapun beberapa hal yang menjadi alasan pemilihan judul dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :




a.    Bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Repubilk Indonesia, yang menegaskan pemisahan kelembagaan antara Tentara Nasional Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian tentang tugas dan fungsi Kepolisian terutama di bidang penegakan hukum.
 b.    Bahwa dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak menyatakan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
c.    Bahwa pelaksanaan penyidikan suatu perkara pidana khususnya perkara pidana terhadap anak menarik untuk diteliti proses penjatuhan sanksi di Pengadilan Negeri Ngawi.
d.     Bahwa data-data yang saya butuhkan dalam penelitian ini mudah didapatkan sehingga dapat menghemat biaya dan waktu, selain sebagai mahasiswa saya juga merupakan anggota Kepolisian Resor Ngawi.
4.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :
a.     Untuk mengetahui tentang perlindungan hukum terhadap anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
b.    Untuk mengetahui dan memahami tentang proses penjatuhan sanksi terhadap terdakwa Gunadi di Pengadilan Negeri Ngawi.
c.    Untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat – syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi.
5.    Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.     Pendekatan masalah.
    Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif ini merupakan pendekatan dengan berdasarkan norma-norma atau peraturan perundang-undangan yang mengikat serta mempunyai konsekuensi hukum yang jelas. Melalui pendekatan yuridis normatif ini diharapkan dapat mengetahui tentang suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya dapat diterapkan dalam mengkaji dan membahas permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini.
b.     Sumber data.
    Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah asal data yang diperoleh langsung dari sumbernya, sedangkan sumber data sekunder adalah asal data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya. Dalam hal ini sumber data primernya adalah Bapak Suhartono selaku Kepala Unit Perlindungan Anak dan Bapak Suwandi selaku Panitera Pengadilan Negeri Ngawi, sedangkan sumber data sekundernya adalah berupa berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan khususnya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, catatan-catatan yang relevan, koran, majalah dan dokumen serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dikemukakan.
c.     Prosedur pengumpulan dan pengolahan data.
    Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dua cara yaitu studi lapangan dan kemudian studi kepustakaan. Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer atau data yang langsung dari sumbernya dengan mengadakan wawancara dan observasi. “Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Dalam wawancara ini pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal.”5 Wawancara saya lakukan dengan Bapak Suhartono selaku Kepala Unit Perlindungan Anak dan Bapak Suwandi selaku Panitera Pengadilan Negeri Ngawi, Sedangkan untuk observasi atau pengamatan, saya melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Ngawi dengan membuat catatan dari hasil pengamatan secara sistematis tentang perlindungan hukum dan proses penjatuhan sanksi di Pengadilan Negeri Ngawi. Kemudian studi kepustakaan saya berusaha untuk mendapatkan data sekunder atau data yang tidak langsung dari sumbernya dengan metode dokumenter, yaitu dengan cara membaca dan menelaah buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah, dokumen serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini.

    Selanjutnya dari data yang terkumpul tersebut masih merupakan bahan mentah maka hal itu perlu diolah. “Pengolahan data adalah kegiatan merapikan hasil pengumpulan data di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisis.”6 Prosedur pengolahan data dimulai dengan memeriksa data secara korelatif yaitu yang hubungannya antara gejala yang satu dengan yang lain, sehingga tersusunlah karya yang sistematis.
d.     Analisis data.
        Analisis data adalah proses menafsirkan atau memaknai suatu data. Hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini dan akhirnya dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan serta memberikan saran seperlunya. Adapun analisis data yang saya lakukan adalah menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan secara lengkap kualitas dan karateristik dari data-data yang sudah terkumpul dan sudah dilakukan pengolahan, kemudian dibuat kesimpulan.
6.     Pertanggungjawaban Sistematika
    Sistematika penulisan skripsi ini pendahuluan saya tempatkan pada bab I, karena sebelum sampai pada pembahasan materi-materi pokok perlu terdapat bab yang mendahuluinya. Bab I pendahuluan ini terbagi menjadi enam sub bab, yaitu permasalahan : latar belakang dan rumusannya, penjelasan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, kemudian metodologi dan yang terakhir pertanggungjawaban sistematika.

    Kemudian Bab II membahas tentang perlindungan hukum terhadap anak menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Bab II ini terdiri dari empat sub bab, yaitu tinjauan tentang anak menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, hak-hak anak dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, ketentuan hukum terhadap anak dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 serta perlindungan hukum terhadap anak menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002.
        Selanjutnya Bab III membahas tentang proses penjatuhan sanksi terhadap terdakwa Gunadi di Pengadilan Negeri Ngawi. Bab III ini terdiri dari tiga sub bab, yaitu kasus posisi perkara pidana yang dilakukan oleh terdakwa Gunadi, proses penjatuhan sanksi dan pertimbangan hukum terhadap terdakwa Gunadi, dan analisis putusan dan vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ngawi terhadap terdakwa Gunadi.
Bab IV adalah penutup, karena akhir dari pembahasan meteri-materi pokok perlu ada bab penutup. Dalam Bab IV ini terdapat dua sub bab, yaitu kesimpulan dan saran.
BAGI TEMAN-TEMAN YANG BERMINAT DENGAN SKRIPSI INI DAN MENDAPATKAN FILE LENGKAPNYA SILAHKAN MASUKAN EMAIL ANDA KE BLOG INI......!!!!!!!!

6 komentar: