Total Pemirsa Petir Skripsi Hukum

Kamis, 22 Maret 2012

DISINI MBAH KUSUMO BLEDEX AKAN MEMBERIKAN SEDIKIT REFERENSI SKRIPSI HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN TARFFICKING SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SEMOGA BERMANFAAT .....!!!!!!!!


 
BAB I
PENDAHULUAN

1. Permasalahan : Latar Belakang Dan Rumusannya
Setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh undang-undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga dengan kata lain seseorang berhak dan wajib diperlakukan sebagai manusia yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. Hak hidup setiap manusia tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun termasuk hak untuk tidak disiksa, tidak diperbudak, tidak diperjualbelikan dan tidak dipaksa untuk melakukan yang tidak disukai ataupun diperlakukan dengan tidak sesuai harkat, martabat dan kehormatan dirinya sebagai manusia seutuhnya.
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, sehingga perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut dengan UU Nomor 23 Tahun 2002) merupakan peraturan khusus yang mengatur mengenai masalah anak. Tujuan dari perlindungan anak sendiri disebutkan dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 : Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Disebutkan juga dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang hak dari anak yang menyebutkan bahwa : Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pengingkaran terhadap kemuliaan hak asasi seorang anak akan terjadi apabila ada seseorang yang tidak lagi memandang seorang anak sebagai sebuah subyek yang sama dengan dirinya, akan tetapi lebih pada sebagai sebuah obyek yang bisa diperjualbelikan demi keuntungan pribadi.
Bisnis perdagangan orang saat ini banyak menjerat anak. Bisnis seperti ini merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar hak asasi manusia.
Perdagangan anak sendiri sebenarnya telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak terorganisasi, baik bersifat antar negara maupun dalam negeri, sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Lebih ironis lagi bahwa praktik perdagangan orang ini ternyata banyak terjadi di negara ini. Orang sebagai obyek dagang dalam transaksi ini yang mayoritas adalah anak perempuan, sebenarnya bukan fenomena baru di negara ini. Untuk menghitung jumlah pastinya sangat sulit yang kelihatan hanyalah sebagian kecil saja, akan tetapi jumlah yang lebih besar banyak yang luput dari sorotan media maupun masyarakat pada khususnya. Berbagai survei, penelitian, dan pengamatan menunjukkan kasus perdagangan orang cenderung meningkat dan kian memprihatinkan.
Sejarah perdagangan orang khususnya anak, pertama kali tercatat dalam Alquran Surat Yusuf ayat 20 : “Dan mereka menjual yusuf dengan murah...”. Perdagangan orang di Indonesia sudah terjadi pada masa penjajahan. Saat pendudukan Jepang, nenek-nenek moyang kita yang pada saat itu mungkin masih di bawah umur, telah mengalami hal yang serupa, yakni ditipu dan dijanjikan untuk berkarier di Jepang, namun yang sebenarnya terjadi adalah mereka disekap dan dijadikan budak-budak seks para tentara Jepang. Hingga kini, akibat tidak banyaknya pihak yang peduli serta kurangnya informasi, membuat kasus perdagangan anak terus berlarut-larut.
Data dari Kepolisian RI menyebutkan bahwa sejak tahun 2005 jumlah kasus perdagangan anak khususnya perempuan ada178 kasus, 2006 ada 155 kasus, 2007 ada 134 kasus, tahun 2008 ada 43 kasus, dan tahun 2009 terdapat 30 kasus. Sementara di luar Indonesia data yang dihimpun International Catholic Migration Commission (ICMC) 2009 menyebutkan kasus perdagangan anak yang berhasil dilaporkan berjumlah 130 kasus, dengan jumlah pelaku 198 dan jumlah korbannya ada 715 orang. Angka ini akan terus mengalami peningkatan pesat jika dibandingkan tahun 2007 yang hanya ada 84 kasus. Sedangkan laporan dari Unicef tahun 2005 diperkirakan jumlah anak yang tereksploitasi seksual atau dilacurkan / dijadikan pelacur menjadi 40.000 sampai dengan 70.000 anak diseluruh Indonesia,dan dari jumlah tersebut sebesar 30 % dari mereka adalah anak perempuan usia kurang dari 18 tahun. Data lain menyebutkan 60 % jumlah perkosaan terjadi pada anak dansetiap tahunnya tidak kurang dari 1500 hingga 2000 kasus perkosaan di Indonesia yang terjadi di hampir semua propinsi di Indonesia korbannya adalah anak perempuan.
Persoalan perdagangan anak banyak sekali terjadi di daerah-daerah. Kendatipun demikian, pada prakteknya belum banyak pihak yang berinisiatif untuk mengatasi masalah ini, padahal masyarakat sebenarnya sudah sadar betul dan mengetahui tentang adanya proyek perdagangan orang yang terorganisir. Dari contoh kasus di atas persoalan ini memang menimbulkan permasalahan yang penanganannya memerlukan perhatian yang sangat serius.
Dalam kasus perdagangan anak perempuan, pelaku terbagi pada pelaku perekrutan (mengajak, menampung atau membawa korban), pengiriman (mengangkut, melabuhkan atau memberangkatkan korban), pelaku penyerahterimaan (menerima, mengalihkan atau memindahtangankan korban). Selain itu, dalam lingkup hubungan antara majikan dan pekerja, dapat juga dikategorikan sebagai sebagai pelaku ketika seorang majikan menempatkan pekerjanya dalam kondisi eksploitatif. Kondisi yang sering terjadi adalah tidak membayar gaji, menyekap pekerja, melakukan kekerasan fisik atau seksual, memaksa untuk terus bekerja, atau menjerat pekerja dalam lilitan hutang.
Sungguh ironis mengetahui bahwa keberadaan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang khususnya anak masih belum mampu secara maksimal menjadi payung hukum dan untuk kemudian menjerat para pelaku perdagangan anak perempuan yang semakin hari semakin terorganisir dan profesional.
Berdasarkan hal di atas saya mengajukan skripsi yang berjudul: “Tinjauan Yuridis Upaya Perlindungan Hukum Dan Rehabilitasi Bagi Korban Perdagangan Anak Perempuan Dengan Tujuan Untuk Dilacurkan ( Studi Kasus Perdagangan Anak Perempuan Susi Dan Nuning Di Desa Jatigembol Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi)”.
Dari uraian latar belakang tersebut di atas, rumusan permasalahan yang dikemukakan adalah sebagai berikut :
a.       Bagaimanakah dasar perlindungan hukum dan rehabilitasi bagi korban perdagangan anak perempuan ?
b.   Apakah faktor-faktor penghambat perlindungan hukum bagi korban perdagangan anak perempuan di Desa Jatigembol Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar